Arsitektur Bizantium Dome of Rock


PENDAHULUAN
Sejarah merupakan hal yang tak
terpisahkan dari kehidupan. Ilmu
sejarah merupakan media komunikasi
dengan masa lalu, dimana kebudayaan
mulai berkembang. Melalui proses
pembelajaran sejarah, kehidupan dan
budaya masa lampau dapat diketahui,
baik proses maupun dampaknya.
Didalam arsitektur, sejarah juga
memegang peranan penting dalam
menentukan bentukan atau langgam,
disamping budaya masyarakatnya.
Karena arsitektur adalah suatu hal yang
berkembang dan kadangkala mengalami
suatu siklus, maka sejarah arsitektur
perlu dipelajari. Dalam hal ini,
peradaban manusia yang tercatat dalam
sejarah, terutama didaratan Eropa dan
sekitarnya mengalami kemajuan luar
biasa, dimana seni bangunan dan ilmu
struktur berkembang secara
menakjubkan. Seni bangunan ini
kemudian disebut sebagai arsitektur
klasik, karena prinsip-prinsip, konsep
dan romantika bangunan pada jaman itu
Vol. 1 No. 2 - Desember 2004 MODUL ISSN 0853 2877
2
akan tetap abadi.
Salah satu jenis arsitektur yang menarik
disini adalah arsitektur Byzantium,
karena merupakan simbiosis dari
beragam kebudayaan, merupakan
perpaduan seni Eropa (barat) dan Timur
(Asia), dan kebudayaan Mediterania,
serta pengaruh-pengaruh lain, baik
karena letak maupun kondisi sosial
politik pada masa itu.
ARSITEKTUR BYZANTIUM
Pada mulanya, daerah Eropa Timur
yang disebut Byzantium adalah koloni
bangsa Yunani sejak tahun 660 sebelum
masehi, yang kemudaian menjadi
bagian wilayah kekaisaran Romawi.
Konstantin agung mengundang banyak
seniman ke Byzantium untuk
membangun kota yang terletak di
persimpangan antara selat Bosphorus
dan laut Mamora. Kota ini kemudian
dinamakan atas namanya, yaitu
Konstantinopel, dan pada tahun 330
diresmikan sebagai ibukota Romawi
Timur.
Setelah wafatnya Kaisar Theodosius I
pada tahun 395, kekaisaran Romawi
terpecah menjadi dua wilayah, yaitu
wilayah timur dan wilayah barat.
Kekaisaran Romawi barat mengalami
kemunduran, sebaliknya Kekaisaran
Romawi Tiomur dengan ibukota
Konstantinopel terus berkembang, dan
pada jaman pertengahan menjadi
benteng kaum Kristiani terhadap
serbuan bangsa Barbarian Slavia dari
barat, dan serangan kaum muslim dari
Timur. Kaisar Honorius (395-423),
kaisar pertama kerajaan Romawi barat
memindahkan kediamannya dari Roma
ke Ravenna, pantai timur Italia pada
tahun 404. Akibatnya terjadi
pembangunan besar-besaran disana,
yang mana dari posisinya mendapat
pengaruh Byzantium.
Selama masa pemerintahan Justinian
(527-565) Sisilia dan Italia menjadi
milik kekaisaran Timur. Hal ini
menyebabkan terjadinya kebangkitan
dalam hal membangun di Italia; dimana
pengaruh Byzantium menjadi lebih
dominan, dan sebelum tahun 584
sampai tahun 752 Ravenna menjadi
representatif dari kekaisaran Byzantium.
Sepuluh tahun terakhir dari kekuasaan
Byzantium, batas antara Konstantinopel
dengan daerah Yunani selatan sudah
hampir tidak ada lagi dan seni
Konstantinopel kemudian menjadi tolok
ukur seni Byzantium.
Arsitektur Bizantium Pada “Dome Of The Rock”
3
Sejarah kerajaan Byzantium dari abad V
sampai abad XI mengalami pasang
surut perkembangannya, pertama-tama
kehilangan provinsi-provinsi dibarat
pada abad kelima, yang pada akhirnya
sebagian besar termasuk Sisilia dan
Italia disatukan kembali pada masa
pemerintahan Justinian pada abad ke
VI. Pada abad berikutnya kekuatannya
berkurang banyak karena konflik
dengan bangsa Persia, yang pada abad
ke delapan kekaisaran Byzantium pulih
kembali sampai abad kesembilan
dimana kekuatannya mampu
menghadapi bangsa muslim. Tapi pada
abad kesebelas, kemerosotannya dengan
cepat terjadi, karena selain menghadapi
musuh dari barat dan timur, kekaisaran
juga diserang oleh bangsa Normandia
dan Venesia, sampai “pendudukan
Latin” di Konstantinopel tercapai pada
tahun 1204 dan berlangsung sampai
tahun 1261. Kekaisaran tua ini terus
bergolak selama hampir 200 tahun
kemudian, hingga akhirnya runtuh
karena konflik internal peperangan
terus-menerus melawan bangsa Persia
dan Turki, dan akhirnya ditaklukkan
oleh Ottoman dari Turki pada tahun
1453. Namun pengaruh dan semangat
Byzantium masih terasa bahkan jauh
setelah kekaisaran tersebut runtuh,
terutama di Russia dan negara-negara
Balkan. Konstantinopel terus menjadi
pusat Patriarki dari Gereja Orthodoks
sampai saat ini.
KARAKTER ARSITEKTUR
BYZANTIUM
Gaya arsitektur Byzantium yang
bermula pada abad VI ini tumbuh dari
berbagai dasar dan akar kebudayaan.
1. gaya klasik seni Romawi
Hedonis yang tidak berbau
keagamaan
2. budaya pembuatan
makam bawah tanah gaya gereja
Kristen-Romawi dari abad II – III
3. banyaknya pembangunan
gereja Kristen kuno di Yunani
Karakter arsitektur Byzantium yang
berawal dari abad kelima hingga saat
ini, dicirikan oleh perkembangan gaya
baru dari kubah untuk menutup bidang
poligon atau persegi untuk gereja,
makam, dan tempat pembabtisan.
Penggunaan sistem kubah untuk
konstruksi atap bertolak belakang
dengan gaya Kristiani kuno berupa
penopang-penopang kayu dan juga gaya
Vol. 1 No. 2 - Desember 2004 MODUL ISSN 0853 2877
4
lengkung batu Romawi. Cita-cita
arsitektur Byzantium adalah
mengkonstruksi atap gereja dengan atap
kubah, karena kubah dianggap simbol
dari kekuasaan yang Maha Esa.
Membangun kubah diatas denah bujur
sangkar menimbulkan kesulitan. Pada
arsitektur Romawi juga ditemui kubah,
tetapi semua dengan denah lingkaran.
Contoh yang ditiru bangsa Byzantium
adalah kubah dari bangsa Sassanid dari
Timur, yang membangun kubah-kubah
diatas denah bujursangkar, walau
ukurannya sangat kecil. Bangsa
Byzantium kemudian mengembangkan
konstruksi kubah demikian yang dapat
mencakup ruang-ruang yang sangat
luas, seperti pada gereja Aya Sophia.
Kubah tersebut, yang menjadi
tradisional bangsa Timur, menjadi motif
umum asitektur Byzantium, yang
merupakan gabungan dari konstruksi
kubah dengan gaya kolumnar klasik.
Kubah dengan bermacam-macam
variasi dipakai untuk menutupi denah
persegi dengan teknik ‘Pendetives’.
Untuk mengerti bentuk pendetive, dapat
dengan meletakkan setengah buah jeruk
pada piring dengan bagian terpotong
(yang datar) menghadap piring.
Kemudian jeruk tersebut dipotong pada
tiap sisinya secara vertikal dengan
ukuran yang sama. Yang tersisa dari
jeruk tersebut kemudian adalah
hemisphere yang disebut kubah
pendetive.
Tiap potongan vertikal itu berbentuk
setengah lingkaran, kadangkala
setengah lingkaran tersebut dibangun
sebagai lengkung – lengkung struktur
yang menyokong permukaan parabola
bagian atas dari kubah. Bila bagian atas
jeruk tadi dipotong secara haorisontal,
maka lingkaran yang terjadi, masih
berbentuk pendetive, dapat digunakan
sebagai dasar membuat kubah baru, atau
bentuk silinder dapat diletakkan diatas
dasaran tersebut untuk menyokong
kubah lain yang lebih tinggi.
Arsitektur Bizantium Pada “Dome Of The Rock”
5
Kubah dan lengkung Byzantium
diperkirakan dibuat tanpa menggunakan
penyokong sementara / perancahan atau
‘centering’ dengan penggunaan batu
bata datar yang besar, hal ini merupakan
sistem yang cukup nyata yang
kemungkinan didapat dari metode
Timur. Jendela – jendela disusun pada
bagian bawah kubah, yang pada periode
berikutnya dinaikkan letaknya pada
‘drum’ yang tinggi, sebuah penampilan
yang kemudian dikembangkan pada
arsitektur Renaissance barat dengan
penambahan peristyle luar.
Sekelompok kubah kecil atau semi
kubah mengelilingi kubah pusat yang
besar sangat efektif dan menjadi
penampilan karakteristik gereja
Byzantium adalah perwujudan dari
lengkung dan kubah yang
menggantikan rangka atap kayu.
Sistem konstruksi perletakan batu bata,
yang diperkenalkan oleh bangsa
Romawi berkembang menjadi semacam
pembuatan dinding bata secara umum,
dan hal ini diadopsi untuk membentuk
arsitektur Byzantium. Rangka dinding
batu bata terlebih dahulu diselesaikan
dan dibiarkan mapan sebelum lapisan
permukaan interior dan lantai marmer
dipasang, bagian komponen bangunan
yang berdiri sendiri ini menjadi
karakterisik dari konstruksi Byzantium.
Dinding bata bagian luarnya bebas
didekorasi dengan bemacam-macam
pola dan ikatan, sementara bagian
interiornya biasanya dilapisi atau
ditutupi dengan marmer, mosaic, dan
lukisan-lukisan dinding.
Penggunaan batu bata yang sama
dengan bata Romawi, sekitar satu
setengah inchi tebalnya, dan diletakkan
pada lapisan tebal mortar. Mortar
sebagai perekat antara batu bata berupa
campuran antara kapur dan pasir,
dengan pecahan tanah liat, keramik atau
bata, yang hasilnya sama kerasnya
dengan bangunan terbaik di Roma.
Karakter dekoratif permukaan luar
sangat tergantung pada penyusunan
batu bata, yang tidak selalu dipasang
secara horisontal, tapi juga terkadang
dipasang miring, terkadang juga dalam
bentuk berliku-liku, berkelok-kelok,
berbentuk chevron atau pola tulang ikan
Herring dan banyak macam desain
sejenisnya lainnya, memberikan variasi
pada fasade. Cara lain yang juga dicoba
untuk menghias dinding bata yang kasar
Vol. 1 No. 2 - Desember 2004 MODUL ISSN 0853 2877
6
adalah dengan penempelan batu dan
lengkung – lengkung dekoratif. Dinding
– dinding luar dilapisi marmer,
lengkung – lengkung dan kubah dihias
dengan kaca mosaik berwarna dengan
latar belakang keemasan. Gereja
Constantinople, Nicaea, dan Salonica
adalah contoh sempurna dari
penggunaan dekorasi semacam ini.
Tetapi kecintaan pada dekorasi
permukaan tidak berhenti dengan
ukurin besar dan bentukan pita, untuk
Byzantine, seperti Roma, kecintaan
pada warna hampir sama besar dengan
bentuk, jadi sesuai dengan itu, metode
Roma lama tentang selubung interior
bangunan dengan papan dari warna
mamer telah membawa menuju puncak
kompleksitas dan kekayaan; dan mosaik
kaca, yang telah juga digunakan oleh
Roma, menjadi, perkembangan bentuk
tingkat tinggi, metode hebat dari
dekorasi interior pada bagian atas
tembok dan samping bawah semua
kubah.
Karakter arsitektur Byzantium
menunjukkan pengembangan dari tiga
periode utama : (1) 330-850, termasuk
masa pemerintahan Justinian; (2) 850-
1200, termasuk dalam dinasti
Macedonia dan Comnenia; (3) 1200
sampai saat ini. Karakter arsitektur
tersebut juga terpengaruh oleh budaya
lokal, seperti contoh yang terlihat di
Turki, Italia, Yunani, Macedonia,
Armenia, Syria, Rusia, Serbia, dan
Perancis. Gereja Yunani di jalan
Moscow, London, dirancang oleh
Oldrid Scott, dan katedral Katolik
Roma, Westminster yang dirancang
oleh John F. Bentley, adalah contoh
modern dari Pengaruh Byzantium di
Inggris.
TINJAUAN THE DOME OF
THE ROCK
Kubah Batu atau Dome of the
Rock atau Qubbat asy Skhra dibangun
pada tahun 687-705, bertempat di
Haram asy Sharif, Jerusalem, Palestina.
Kubah batu ini dirancang oleh Abd Al
Malik melalui arsitek-arsitek beraliran
Byzantine di bawah pengawasan
lapangan dari ahli-ahli bangunan Syiria
dan ahli-ahli dekorasi mozaik dari
Konstantinopel, Turki. Dibangun pada
masa pemerintahan Abd Al-Malik,
Arsitektur Bizantium Pada “Dome Of The Rock”
7
penguasa ke-V dari Bani Umayyah
(sumber : Arsitektur Masjid). Masjid ini
menggunakan style atau langgam
arsitektur Byzantine.
SEJARAH
Dome of the Rock atau Qubbat
as Sakra atau Kubah Batu Karang
adalah salah satu masterpiece arsitektur
Islam. Bangunan ini merupakan salah
satu monumen Islam terbesar dan tertua
serta merupakan tempat suci ke III dari
Islam, setelah Mekah dan Medinah.
Kubah Batu di Yerusalem
adalah sebuah bangunan unik.
Bangunan ini merupakan monumen
arsitektural Islam yang paling awal
yang tetap bertahan dalam bentuk
aslinya. Kubah batu di bangun pada 71
H/691 M oleh khalifah Dinasti
Umayyah, Abdul Malik.
Tempat itu dipercayai oleh
kaum Muslim sebagai titik
berangkatnya Nabi Muhammad SAW
dalam peristiwa mi’raj (mikral),
perjalanan malam ke langit. Tepatnya
bangunan itu didirikan di atas (gunung)
batu atau karang (sakhrah); dan
namanya, Kubah Batu, disesuaikan
dengan tempat itu. Tempat itu juga
disebut Gunung Moria, yang dipercayai
kaum Yahudi, Kristen, dan sebagian
muslim sebagai tempat Ibrahim AS
mempersiapkan dirinya untuk
mengorbankan anaknya Ishak AS.
Nama lain tempat yang sama
adalah Gunung Kuil (temple Mount),
yang diakui tempat kuil Sulaiman AS.
Di sana pernah berdiri kuil Yahudi
hingga keruntuhannya tahun 70 M.
Dalam komplek al Haram asy
Syarif, selain Kubah Batu, terdapat dua
bangunan yang lebih kecil di sebelah
timur Kubah Batu, yaitu Kubah Silsilah
(Qubbah as Silsilah) dan Masjidilaksa
(al Masjid al Aqsa). Kubah silsilah
adalah kubah yang lebih kecil di timur
Vol. 1 No. 2 - Desember 2004 MODUL ISSN 0853 2877
8
Kubah Batu. Sebagaimana Kubah Batu,
Kubah Silsilah adalah bangunan
octagonal yang ditutupi kubah.
Namun, tidak seperti Kubah Batu,
sisi-sisi bangunan itu terbuka. Tujuan
Kubah Silsilah tidak diketahui
dengan pasti, meskipun bangunan itu
mungkin mempunyai fungsi ritual.
Salah satu dugaan adalah bahwa
Kubah Batu Silsilah didirikan
sebagai bangunan pendamping untuk
menambah kemegahan Kubah Batu
dan Masjidilaksa yang terletak dalam
satu komplek.
Masjidilaksa sendiri dibangun pada
tahun 710 oleh al-Walid, penguasa
VI dari Dinasti Umayah pengganti
Abdul Malik (memerintah 705-715)
3.3 FUNGSI
Dome of The Rock yang
dibangun pada masa kekuasaan Bani
Umayyah hingga saat ini memiliki
fungsi yang tidak berubah yaitu sebagai
monument arsitektural Islam yang
merupakan symbol kekuasaan dinasti
Umayyah pada waktu itu. Motif lain
yang mendorong pembangunan tempat
suci itu, yang menjelaskan ukuran,
derajat, dan kekayaan dekorasinya,
adalah untuk menandingi monumenmonumen
Kristen di Suriah, dan
Palestina, terutama Holy Sepulcher atau
Gereja Jirat Suci yang mendomminasi
pemandangan kota Jerusalem. Dapat
dikatakan bahwa bangunan baru yang
sangat bagus itu, secara umum
menyampaikan sebuah pesan
religiopolitis kepada para penganut tiga
agama semitik : Yahudi, Kristen, Islam.
3.4 SISTEM KONSTRUKSI
Arsitektur Bizantium Pada “Dome Of The Rock”
9
Denah berpusat pada batu
karang puncak bukit, tempat suci dan
bersejarah dari dua nabi, Nabi Ibrahim
a.s. Dan Nabi Muhammad saw.. Pada
batu karang ini terdapat jejak kaki nabi.
Di atas batu karang inilah terdapat
kubah yang menjadikan namanya
Kubah Batu Karang atau Dome of the
Rock atau Qubbat as Sakhra.
Lingkaran paling tengah
berbentuk rectangular dengan kolomkolom,
sedangkan yang lainnya poligon
octagonal. Lingkaran ini disebut
partico. Partico paling tengah dibentuk
oleh empat pilaster dan sembilan kolom
marmer silindris bercorak corinthians.
Kolom berbentuk sama
sebanyak enam belas dengan pilaster di
setiap sudutnya, di keliling luar
berdenah segi delapan, menyangga atap
keliling
Perancangan Dome of the Rock
sangat mendasarkan pada perhitungan
geometris, terutama dalam menentukan
bentuk dan titik-titik pada denah.
Kolom berbentuk sama sebanyak enam
belas bersama pilaster di setiap
sudutnya, di keliling luar berdenah segi
delapan, menyangga atap keliling.
ANALISA DAN TANGGAPAN
1 2
3
4
4
Vol. 1 No. 2 - Desember 2004 MODUL ISSN 0853 2877
10
Dome of The Rock merupakan
salah satu bangunan yang menggunakan
style byzatium. Arsitektur Byzantium
itu sendiri berkembang di Eropa Timur
sejak tahun 660 SM. Pada saat itu
arsitektur Byzantium banyak diterapkan
dalam mendesain gereja bagi umat
Kristiani. Berikut ini merupakan analisa
penerapan arsitektur Byzantium pada
Dome of The Rock.
• Dome of The Rock memiliki
bentuk octagonal yang bagian
atasnya berupa kubah
Ciri khas dari arsitektur Byzantium
adalah dengan adanya bentuk
persegi yang bagian atasnya berupa
kubah. Hal tersebut diterapkan
dalam desain Dome of The Rock
(Kubah Batu Yerusalem)
• Bangunan ini merupakan
bangunan monumental bagi umat
Islam yang desainnya yang corak
arsitekturnya tidak terlalu khas
bangunan ibadah muslim.
Dome of the Rock atau Qubbah asy
Sakhra atau Kubah Batu adalah
sebuah mesjid yang corak
arsitekturnya tidak terlalu khas
bangunan ibadah muslim. Ia lebih
mirip makam martir (martirium)
Kristen. Hal ini dapat dilihat pada
berbagai aspek arsitekturalnya.
Bentuk dan fungsinya yang lebih
berciri sebagai sebuah monumen.
Bentuk denahnya yang segi delapan
(octagonal) berbeda dengan prinsip
Masjid, hal ini menyebabkan arah
kiblat menjadi kabur.
• Bentuk denah Dome of The
Rock adalah octagonal (segi
delapan)
Bangunan octagonal ini dengan
nyata dimaksudkan sebagai simbol
kekuasaan.. Dalam hal ini, sebuah
bundaran dilingkungi oleh sebuah
octagon dalam octagon lain. Ini
merupakan pola geometris
sederhana yang dapat dibuat dari
penempatan sebuah bujur sangkar
pada bujur sangkar lain dengan
memutarnya 45 derajat. Hal seperti
ini biasa ditemukan pada karya
arsitektur byzantium.
• Analisa denah dan struktur
Denah dan struktur pada Dome Of
The Rock dirancang dengan sangat
simetris dalam pola geometris. Hal
ini merupakan ciri dari bentuk
Arsitektur Bizantium Pada “Dome Of The Rock”
11
bangunan di Eropa, yang juga
merupakan unsur terdapat pada
arsitektur Byzantium. Inti bangunan
yang luas dan merupakan puncak
hirarki dibiarkan kosong, tanpa
kolom atau penyangga bangunan
diatasnya, dan ruang tersebut
dikelilingi oleh barisan kolom yang
disusun secara simetris. Mirip
dengan kuil-kuil di Yunani atau
Pantheon di Roma
• Desain interior Dome of The
Rock yang menggambarkan ciri
arsitektur Byzantium
Desain interior Dome of The Rock
banyak mengadopsi dari style
Byzantium, antara lain :
1. Di dalam dekorasi
bangunan monumental itu
banyak terdapat mozaik-mozaik
yang menunjukkan perpaduan
motif-motif Sasanid dan
Bizantium yang merupakan
karakteristik seni Islam awal.
2. Bahan material yang
digunakan pada ornament Dome
of The Rock banyak
menggunakan marmer, mozaik,
keramik bahkan tidak sedikit
yang dilapis emas. Ruang dalam
banyak mempunyai cirri khas
gaya Byzantium yaitu dihias
secara mewah dengan beraneka
ragam warna dan bahan material
pada ornamennya.
3. Jendela dibuat di
sekeliling batas lingkaran utama
pada kubahnya sama seperti
pada Gereja Hagia Sophia yang
merupakan salah satu karya
arsitektur terbesar pada zaman
Byzantium.
4. Aplikasi bentuk
lengkung setengah lingkaran
pada sekeliling dinding dibuat
untuk memberi kesan lunak
pada bahan batu bata yang
mempunyai kesan kaku dan
keras. Aplikasi bentuk bentuk
lengkung ini pada awalnya
merupakan salah satu ciri khas
bangunan gereja pada zaman
Byzantium.
KESIMPULAN
Dari hasil analisa diatas, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Dome of The Rock yang dibangun
pada tahun 687-705 mendapat
Vol. 1 No. 2 - Desember 2004 MODUL ISSN 0853 2877
12
pengaruh langsung dari arsitektur
Byzantium, dimana pada waktu itu
pengaruhnya juga terasa di
Yerusalem. Para arsitek yang
merancang Dome of The Rock
mengikuti tren di Eropa Timur dan
Asia Barat pada masa itu, yaitu
arsitektur Byzantium
Arsitektur Byzantium yang diterapkan
terutama sebagai arsitektur gereja dan
arsitektur benapas Kristiani pada waktu
itu ternyata dapat diterapkan sebagai
arsitektur masjid, yang merupakan
napas islami dengan fungsi yang sama
yaitu ibadah, serta tidak menghilangkan
nilai-nilai arsitekturnya. Hal ini
menunjukkan arsitektur Byzantium
dapat bersifat fleksibel dan universal.
Penggunaannya tidak terbatas dalam
bentukan gereja, biara, tempat
pambaptisan, ataupun istana.
Dalam hal struktur, arsitektur
Byzantium telah melangkah ke depan
daripada aliran arsitektur pada masanya,
yaitu menutup suatu ruang yang luas
berbentuk polygon atau persegi dengan
menggunakan kubah tanpa adanya
kolom penyokong.

Comments